GARDATIMURNEWS.COM | Makassar, Sulsesl –— Masih menjamurnya dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dalam lingkup pemerintah. Hal ini menjadi dilema untuk membuat reformasi birokrasi dalam negeri jadi berkelas dunia.
Kasus nepotisme jabatan di indonesia sebetulnya kerap terjadi pemerintah dan sejumlah daerah lain. Bukan rahasia lagi dalam lingkungan pemprov diduga hubungan kekeluargaan dalam pengangkatan jabatan, masih seringkali ada. Hanya saja, hal itu tidak terekspose secara luas hanya lingkungan kerjanya saja yang tahu.
Terhadap fenomena nepotisme jabatan ini, mengimbau prosedur kenaikan pangkat aparatur sipil negara (ASN) harus dilakukan sesuai peraturan dan kompetensi pegawai bersangkutan.
Dengan kata lain, jangan ada KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), tetapi harus semua ikuti mekanisme dengan baik, jenjangnya harus diikuti, kepangkatan jangan dikatrol, dan usia yang mau pensiun jangan dinaikkan.
Irham mendesak kepada seluruh pejabat yang berwenang dalam proses kenaikan pangkat ASN untuk betul-betul memperhatikan kompetensi pegawai dan tidak tergoda dengan imbalan dari siapa pun, termasuk kepala daerah.” Ucap Irham
Terkait adanya dugaan kepentingan politik kepala daerah dalam proses kepangkatan dan mutasi ASN pemerintah daerah, Irham Tompo meminta hal itu tidak dilakukan.
Seperti yang saat ini yang telah di gelar oleh Panitia seleksi jabatan pimipnan tinggi pratama dalam hal ini oleh badan kepegawaian daerah provinsi Sulawesi selatan (BKD Pemprov Sulsel) yang telah di umumkan sebelumnya,
Tentunya Objektifitasnya adalah Untuk lelang jabatan, yang akan di telah di gelar pada tanggal 17 mei 2023 hingga 2 juni,2023.yang lalu.jika melirik kepada persyaratan yang ada ,jangan sampai ada dugaan manipulatif data orang orang yang tak berkopenten di loloskan hanya untuk kepentingan politik dan kepentingan para birokrasi yang di sinyalir ingin menjadikan para pejabat baru ini , yang terkesan di paksakan dapat kelak menjadi boneka kekuasaan. “
Ketua umum Himpunan Mahasiswa Hukum Universitas Handayani Makassar , meminta pemerintah untuk membuat sistem agar praktek nepotisme tidak dilakukan. Misalnya penelusuran terhadap rekam jejak ASN yang akan mendapat jabatan. Apakah yang bersangkutan betul-betul memenuhi syarat baik secara administrasi maupun kompetensi. Termasuk juga penempatan di instansi yang berbeda. Hal itu untuk menghindari adanya konflik kepentingan.
Meskipun demikian, harus diakui praktek nepotisme ini masih susah diberantas mengingat berlindung pada aturan normatif, semua ASN memiliki kesempatan sama dalam pengembangan jenjang karir selagi memenuhi persyaratan.
Selain itu, praktek nepotisme jabatan ini tumbuh subur seiring dengan diterapkannya pilkada langsung. Dampak dari pilkada ini, mengganggu sistem birokrasi, karena intervensi kepala daerah dalam penempatan pejabat sangat besar. Istilah hutang budi, atau hadiah atas kerja dalam pemenangan menjadi salah satu alasan.
Dalam kondisi ini, peran Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) haru membuat sistem yang mempersempit ruang nepotisme. Disamping itu, peran masyarakat dalam melaporkan ke KASN pejabat yang diduga mendapatkan jabatan karena nepotisme harus disampaikan. Sehingga diharapkan bisa secara dini diperingatkan kepada pemda yang melakukan nepotisme jabatan.
Selain itu faktor integritas, moral dari pejabat maupun ASN berpegang teguh pada UU Pemberantasan Korupsi merupakan komitmen yang harus dijaga. Artinya dalam menghindari praktek nepotisme jabatan, tidak hanya faktor eksternal yang ditekankan, tetapi faktor internal ASN tersebut. Inilah marwah birokrasi yang harus dijaga, bukan membirkan virus KKN makin subur.”Tutupnya.
(Salman Sitaba) Adm : Red/*