GARDATIMURNEWS.COM | Gowa, Sulsel – Persatuan wartawan duta pena Indonesia (PWDPI) desak aparat Hukum tangani Tanah Garapan Bara Daeng Sarro. Rabu (23/11/2022).
Wakil Ketua Timsus Investigasi (PWDPI) Sulsel Irsan HB mendesak aparat keamanan sebidang tanah luasnya kisaran 1 Ha, di Dusun Baturappe, Desa Baturappe, Kecamatan Biring Bulu, Kabupaten Gowa.
“Tidak bisa dibiarkan begitu saja ini kan tanah masih dalam proses sengketa kenapa bisa ada yang garap se harusnya pihak APH yang bersangkutan harus melarang ke dua belah pihak untuk tidak mengarap karna jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak di inginkan,” tuturnya.
Sementara Bara Daeng Sarro lahan yang disengketakan Bunga Daeng Bollo kini ditanah garapan tersebut Lume Daeng Tutu.
“Kami sudah cegah, kami datang kerumah pak dusun untuk melarang secara lisan, dan bahkan kami cegah melalui surat karena tanah itu masih bermasalah,” ujarnya.
Maksud dan tujuannya Irsan HB dikediaman Bara Daeng Sarro, mengklarifikasi sebidang tanah luasnya kisaran 1 Ha. di Dusun Baturappe, Desa Baturappe, Kecamatan Biring Bulu, Kabupaten Gowa.
Disaat menemui Bara Daeng Sarro menceritakan asal usul tanah kejadiaan awal mulai tahun 1971.
Tanah garapan Tahun 1971 dan disaat itu menjabat sebagai kepala Desa Tembo Daeng Limbung.
Selanjutnya Bara Daeng Sarro masuk menggarap tanah garapan tersebut bersama orang tuanya Lajju Daeng Nyonyo.
Sejak dia masih anak muda saat dia masih sekolah dibangku SD pada Tahun 1971 pada saat itu yang menjabat sebagai desa tembo dg limbung, dia menggarap tanah tersebut sampai dia berkeluarga.
Pada tahun 1980 bara dg sarro membuat saluran air setelah air masuk dilahan tersebut.
Dua tahun kemudian dia membuat sawah sekitar tiga petak sebagai percobaan.
Beberapa tahun kemudian Tembo Daeng limbung sebagai kepala desa digantikan oleh Arifin Rani dua periode digantikan oleh Daeng Serang sebagai PLT, untuk sementara.
Dalam waktu satu tahun dan Daeng Serang digantikan lagi oleh desa persiapan Sunung Daeng Timung.
Pada tahun 1993 ada yang mengklain tanah tersebut atas nama Bunga Daeng Bollo dikarenakan Diduga bahwa tanah garapan yang digarap oleh Bara Daeng Sarro adalah tanah milik orang tuanya.
padahal sebelumnya tidak perna ada yang menggarap atau melarang sampai beberapa pergantian kepala Desa.
Kenapa pada tahun 1993 baru ada yang mengaku bahwa tanah tersebut adalah milik orang tuanya?
Pada tahun 1993 Bara Daeng Sarro disuruh berhenti menggarap tanah garapannya oleh kepala lingkungan, atau dusun yang bernama Tabe Daeng Sese.
Sempat masalah itu dibicarakan di mesjid Desa Batu Rappe, dan pada saat itu tidak ada penyelesaian, dikarenakan Kadus Baturappe Tabe Daeng Sese mau membagi tanah garapan tersebut.
Namun Bara Daeng Sarro menolak dan bertahan karena tanah itu mau dibagi oleh pemerintan, karena dianggapnya Bunga Daeng Bollo tidak punya hak sedikitpun.
Pemerintah memutuskan untuk melarang Bara Daeng Sarro masuk menggarap tanah garapan tersebut sebelum ada penyelesaian.
Pada tahun 1993 karena tidak ada penyelesaian Bara Daeng Sarro melanjutkan hidupnya dikota Makassar,dengan membawa anak dan istrinya untuk mencari kehidupan.
Karena dia sudah tidak punya mata pencarian atau penghidupan lagi dikampungnya, terpaksa harus mebawa keluarganya pergi kekota Makassar bekerja sebagai Tukang Becak.
Lanjut ,lagi Haji Lawa sebagai kepala Desa Baturappe dan Haji Lawa memanggil kedua belah pihak diKantor Desa untuk dipertemukan dan membicarakan masalah tanah garapan yang belum selesai.
Tak menuai hasil karena tanah garapan mau di bagi, sementara Bara Daeng Sarro menolak dan bertahan, Pada waktu itu Bara Daeng Sarro selaku tergugat disuruh lanjut ke Kantor Camat.
Merasa tergugat Bara Daeng Sarro menolak karena menganggap bahwa dia sebagai tergugat kenapa dia yang disuruh lanjut kantor Camat.
Karena tidak ada penyelesaian pemerintah sekdes baturappe mengambil alih tanah tersebut dan menggarapnya secara bergantian dengan Lian Daeng Tinggi selaku RT di dusun baturappe sampai masuk tahun 2022
Pada tahun 2022 masuklah menantunya Bunga Daeng Bollo ditanah garapan tersebut. Lume Daeng Tutu.
Padahal sebelumnya kami sudah cegah,kami datang kerumah pak dusun untuk melarang secara lisan,dan bahkan kami cegah melalui surat karena tanah itu masih bermasalah.
Tim Red