GARDATIMURNEWS.COM | Gowa – Aksi demonstrasi yang digelar oleh aliansi Masyarakat Pemerhati Demokrasi, termasuk Aspirasi Pelajar Mahasiswa Indonesia (APMI), Toddopuli Indonesia Bersatu, dan Jasperak, di depan Kantor Bawaslu Kabupaten Gowa berakhir ricuh. Seorang oknum polisi diduga melakukan tindakan represif dengan membanting salah satu demonstran hingga terjatuh ke aspal. Insiden ini memicu kemarahan sejumlah elemen mahasiswa.
Ketua APMI, Aan Duhar, mengungkapkan keprihatinannya atas kejadian tersebut dan mengecam keras tindakan oknum aparat kepolisian itu. Dalam wawancaranya pada Selasa (19/11/2024), Aan menyatakan bahwa tindakan represif tersebut telah melukai hati para aktivis yang tengah memperjuangkan hak untuk menyampaikan pendapat secara damai.
“Kami merasa prihatin dan simpati atas kejadian yang menimpa salah satu rekan kami. Aksi represif ini tidak hanya menyakiti individu, tetapi juga mencederai demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi,” ujar Aan.
Insiden bermula saat demonstran berencana membakar ban bekas sebagai simbol protes terhadap dugaan kinerja buruk Bawaslu Gowa dalam menangani laporan pelanggaran pemilu. Namun, aksi ini dihalangi aparat kepolisian. Saling rebut ban bekas antara demonstran dan polisi terjadi, hingga akhirnya salah seorang demonstran ditarik oleh seorang oknum polisi dan dibanting ke aspal.
Aan menjelaskan bahwa aksi tersebut bertujuan menyampaikan kritik atas kinerja Bawaslu yang dianggap “tidak cermat” dalam menangani laporan pelanggaran pemilu. Ia juga menegaskan bahwa tindakan represif yang dilakukan oknum polisi tersebut bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.
“Kami tidak akan gentar. Kami akan terus menyuarakan aspirasi atas bobroknya kinerja Bawaslu Gowa yang kami nilai merugikan masyarakat serta mencederai demokrasi,” tegasnya.
Aan menambahkan bahwa pihaknya berencana melanjutkan aksi demonstrasi di depan Polres Gowa untuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan represif tersebut. Ia menyerukan agar aparat penegak hukum bertindak profesional dan melindungi hak masyarakat dalam menyuarakan pendapat.
“Meskipun kami kerap menghadapi ancaman dan tindakan kekerasan, hal ini tidak akan menyurutkan semangat kami. Ini adalah risiko perjuangan kami dalam menyuarakan keadilan,” kata Aan.
Aan juga menilai tindakan represif oknum polisi tersebut berpotensi merusak citra dan reputasi kepolisian di mata masyarakat. Ia mengingatkan bahwa aparat keamanan seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat, termasuk mahasiswa yang sedang menyampaikan aspirasi.
“Harapan kami, pihak kepolisian introspeksi dan bertindak sesuai tugas utamanya, yaitu menjaga keamanan dan hak masyarakat, bukan sebaliknya,” tutup Aan.
Insiden tersebut menjadi sorotan publik dan diharapkan menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk tetap menjunjung tinggi prinsip demokrasi serta hak asasi manusia. Baik mahasiswa maupun aparat keamanan diharapkan dapat menjaga situasi tetap kondusif dalam menyampaikan atau mengawal aspirasi masyarakat.(SS)