GARDATIMURNEWS.COM | GOWA – Kasus pagar laut di Tangerang menyita perhatian publik. Kini muncul kembali kasus serupa di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Letaknya di Kecamatan Tamalate, sebanyak 23 hektare lahan laut yang sudah bersertifikat.
Lahan bersertifikat di Kota Makassar dibenarkan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kabarnya lahan bersertifikat diatas laut tersebut berupa Hak Guna Bangunan (HGB) yang terbit pada tahun 2015.
Setelah muncul kasus lahan sertifikat laut. Kini giliran kawasan hutan lindung juga diduga memiliki sertifikat Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB). Lokasinya di Kabupaten Gowa, Kecamatan Tinggimoncong. Tepat di Dusun Batulapisi Dalam Kelurahan Malino.
Khusus hutan lindung di Kabupaten Gowa, Koalisi Besar Presiden Toddopuli Indonesia Bersatu (TIB) Syafriadi Djaenaf menyentil Menteri Kehutanan Republik Indonesia, dirinya meminta Raja Juli Antoni segera mengambil tindakan cepat terkait dugaan pengrusakan dan penyerobotan kawasan hutan lindung Malino yang dijadikan kavling dan usaha wisata
“Saya harap Menteri Kehutanan termasuk Menteri ATR-BPN segera turunkan tim adanya dugaan kawasan hutan lindung di Malino Kabupaten Gowa yang bersertifikat,” harap Syafriadi Djaenaf.
Syafriadi Djaenaf menambahkan, munculnya sertifikat di kawasan hutan lindung di Kabupaten Gowa melibat banyak oknum atau mafia tanah, sehingga sangat mudah terbit sertifikatnya. Bahkan lokasi bersertifikat tersebut pada tahun 2023 masih masuk kawasan, tiba-tiba tahun 2024 sudah keluar dari kawasan hutan lindung.
“Kami menduga kasus-kasus seperti ini ada juga praktik gratifikasinya. Dulunya masuk kawasan hutan tapi tiba tiba berubah jadi diluar kawasan hutan kemudian di sertifkatkan, kasus ini banyak terjadi di Malino,” terang Syafriadi Djaenaf, Senin, 3 Senin 2025.
Apalagi kata dia, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid baru-baru ini menegaskan, kalau ada perusahaan atau tanah yang sudah disertifikatkan dalam bentuk Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) lalu dalam perjalanan tiba-tiba muncul bahwa tanah tersebut masuk kawasan hutan.
“Ini kan sudah ada penegasan dari menteri ATR-BPN kalau ada hutan dulu, baru ada SHGU atau SHM, maka kita akan menangkan hutannya. Maka kewajiban ATR/BPN adalah membatalkan sertifikatnya,” tegas Syafriadi Djaenaf mengutip penegasan Nusron Wahid saat RDP di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025 lalu.(Tim media TIB)