GARDATIMURNEWS.COM | Gowa – Kasus korupsi yang menjerat Zainuddin Kaiyum kembali mencuri perhatian publik setelah 17 tahun berlalu tanpa eksekusi. Padahal, putusan Mahkamah Agung No. 1431K/PID/2006 telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) sejak 2007. Namun, hingga hari ini, vonis tiga tahun penjara yang dijatuhkan kepada Zainuddin Kaiyum belum juga direalisasi oleh Kejaksaan Negeri Gowa. Lambatnya eksekusi ini memicu spekulasi adanya praktik mafia peradilan yang menghambat proses penegakan hukum.
Presiden Toddopuli Indonesia Bersatu (TIB), Syafriadi Djaenaf, tak tinggal diam. Ia mengkritik keras kelambanan eksekusi tersebut, menyebutnya sebagai preseden buruk bagi penegakan hukum di Gowa. “Keadilan bukan sekadar keputusan di atas kertas. Eksekusi yang tepat waktu adalah bagian dari wujud nyata keadilan,” tegas Syafriadi.
TIB pun mendesak Kejaksaan Negeri Gowa untuk segera menuntaskan eksekusi tersebut. “Ini bukan hanya tentang Zainuddin Kaiyum, tapi tentang integritas sistem peradilan kita. Jika kasus seperti ini dibiarkan, kepercayaan masyarakat terhadap hukum akan semakin terkikis,” tambahnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Gowa mengaku bahwa kendala utama terletak pada hilangnya salinan putusan pengadilan. Meski terpidana telah dipanggil dan menunjukkan sikap kooperatif, eksekusi belum bisa dilaksanakan karena dokumen resmi yang menjadi dasar pelaksanaan hukuman belum ditemukan.
“Kami terus berupaya mencari berkas putusan tersebut dan telah menyurati Pengadilan Negeri. Saat ini, kami masih menunggu balasan untuk melanjutkan proses eksekusi,” jelasnya.
Kejaksaan Negeri Gowa menegaskan komitmennya untuk menjalankan putusan Mahkamah Agung sesuai prosedur hukum yang berlaku. Meski terkendala hilangnya dokumen, pihak kejaksaan mengaku terus berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri Sungguminasa untuk melengkapi seluruh persyaratan yang diperlukan.
Kasus ini bukan sekadar persoalan administratif. Di baliknya, terselip pertanyaan besar: mengapa proses eksekusi bisa tertunda selama 17 tahun? Publik mulai mempertanyakan apakah ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menghambat proses hukum.
“Kasus ini mencederai rasa keadilan masyarakat. Jika eksekusi terus tertunda, dugaan adanya mafia peradilan semakin menguat,” ujar seorang pengamat hukum yang enggan disebutkan namanya.
Kasus Zainuddin Kaiyum menjadi cermin buruknya sistem hukum Indonesia, khususnya dalam hal transparansi dan efisiensi eksekusi putusan pengadilan. Lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih tegas dan transparan dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Masyarakat kini menanti langkah konkret dari Kejaksaan Negeri Gowa. Keadilan yang tertunda terlalu lama tidak hanya merugikan kredibilitas institusi hukum, tetapi juga melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia.
Harapannya, kasus ini menjadi momentum bagi reformasi sistem hukum. Tanpa itu, keadilan hanya akan menjadi mimpi yang terus tertunda.
“Patut diketahui, putusan Mahkamah Agung No. 1431K/PID/2006 ini tidak dapat di download pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara Mahkamah Agung (SIPP MA), penelusurannya menampilkan perkara No 100. Sistem informasi berbasis web yang menampung putusan pengadilan di Indonesia ini error khusus putusan No. 1431K/PID/2006(Tim media Siber TIB).